Senin, 02 Januari 2012

GCG


GOOD CORPORATE GOVERNANCE
DAN HUBUNGANNYA DENGAN AUDITING

 Gaung Good Corporate Governance (GCG) atau tata kelola perusahaan yang baik mulai terdengar di Indonesia ketika Negara kita berhubungan dengan International Monetary Fund (IMF). Hal itu ditandai dengan ditanda tanganinya letter of intence (LOI), dimana salah satu isinya adalah Indonesia harus menjalankan prinsip Good Corporate Governance. Mungkin inilah satu-satunya hal positif yang diperoleh Indonesia sebagai dampak hubungannya dengan IMF tersebut. Sebagai tindak lanjut pemenuhan kesepakatan tersebut, Indonesia melalui Badan Penyehatan Pasar Modal (BAPEPAM) mewajibkan seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta untuk menjalankan prinsip-prinsip GCG tersebut. Hal tersebut sudah selayaknya kita dukung mengingat salah satu penyebab munculnya krisis di Indonesia adalah karena kuranganya kesadaran perusahaan negeri kita untuk menjalankan GCG. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Kurniawan dan Indriantoro (2000) dalam Mustika (2005) bahwa ada kemungkinan yang kuat krisis di Indonesia disebabkan karena sebagian besar perusahaan di Indonesia belum menjalankan Good Corporate Governance.
Jika kita hanya berbicara mengenai Good Corporate Governance, maka tentunya terlalu abstrak untuk dipelajari. Hal ini disebabkan karena GCG sendiri merupakan suatu ilmu pengetahuan yang tidak bisa terlepas dari cabang ilmu-ilmu lainnya. Salah satu ilmu yang berhubungan erat dengan GCG adalah ilmu auditing. Secara umum auditing merupakan suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan (Mulyadi:2002). Namun seperti apa hubungan antara GCG dan auditing? Serta adakah kemungkinan GCG ini akan melahirkan cabang auditing lainnya? Jawaban atas pertanyaan tersebut akan dibahas pada tulisan ini.
MODEL GOOD CORPORATE GOVERNANCE
Jika kita melihat sejarah  GCG, asal muasal lahirnya GCG ketika adalah terkuaknya mega skandal beberapa perusahaan raksasa Amerika. Enron Corp. dan WorldCom merupakan contoh perusahaan Amerika yang mendorong lahirnya GCG sebagai cara untuk penyehatan perusahaan. Namun sampai saat ini, para ahli masih sulit mendefinisikan GCG yang dapat mengakomodir berbagai kepentingan.hal ini disebabkan karena lingkup GCG yang bersifat lintas sektoral. Disamping itu, gcg juga tidak akan terlepas dengan disiplin ilmu-ilmu lainnya seperti makro ekonomi, teori organisasi, akuntansi, manajemen, dan sebagainya.  Walaupun demikian, para institusi dan regulator di dunia termasuk yang ada di Indonesia telah menyusun berbagai jenis model yang bisa disesuaikan dengan keadaan negara serta perusahaannya masing-masing.
The Organization for Economic Coorperation and Development (OECD) merupakan salah satu organisasi yang mengeluarkan prinsip-prinsip GCG. Prinsip GCG yang dikeluarkan oleh OECD ini merupakan prinsip yang paling terkenal dan paling banyak menjadi acuan. Prinsip tersebut adalah sebagai berikut :
1.      Perlindungan terhadap pemegang saham.
2.      Persamaan perlakuan terhadap seluruh pemegang saham
3.      Peranan stakeholders yang terkait dengan perusahaan
4.      Keterbukaan dan tranparansi
5.      Akuntabilitas dewan komisaris (board of directors)
The Principle of Good Corporate Governance and Best Practice Recommendationsmerupakan produk yang dilekeluarkan oleh The ASX Corporate Governance Council yang juga mengatur prinsip-prinsip GCG. Isi dari produk tersebut adalah sebagai berikut :
1.      Membangun landasan kerja yang kuat bagi manajemen perusahaan dan board of directors.
2.      Menyusun struktur organisasi the board of directors yang dapat menjamin efektifitas kerja dan meningkatkan nilai perusahaan.
3.      Mengembangkan kebiasaan mengambil keputusan yang etis dan dapat dipertanggung jawabkan.
4.      Menjaga integritas laporan keuangan.
5.      Mengungkapkan semua informasi tentang kondisi dan perkembangan perusahaan kepada pemegang secara tepat waktu dan seimbang.
6.      Menghormati hak dan kepentingan ara pemegang saham.
7.      Menyadari adanya resiko bisnis dan mengelolanya secara profesional.
8.      Mendorong peningkatan kinerha board of directors dan manajemen perusahaan.
9.      Menjamin pemberian balas jasa pimpinan dan karyawan perusahaan yang adil dan dapat dipertanggung jawabkan.
10.  Memahami hak dan kepentingan stakeholders yang sah.
Ketiga lembaga tersebut merupakan lembaga yang berada diluar Indonesia. Lembaga-lembaga di Indonesia tentunya tidak ingin disebut sebagai lembaga yang pasif.  Komite Nasional Kebijakan Governance merupakan salah satu lembaga yang juga pernah mengeluarkan prinsip – prinsip GCG tersebut. Prinsip GCG yang diproklamirkan KNKG dikenal dengan TARIF yang terdiri atas :
T = Transparancy (transparansi)
A = Accountability (akuntabilitas)
R = Responsibility (responsibilitas)
I = Independensi
F = Fairnes (kewajaran)
 Selain institusi-institusi diatas masih banyak institusi lain yang juga mengeluarkan model – model GCG. Namun pada intinya,  model-model tersebut mempunyai tujuan yang sama yaitu berusaha menyembuhkan “penyakit” yang sedang menginggapi perusahaan-perusahaan di Dunia termasuk Indonesia. Karena seperti yang telah disinggung sebelumnya bahwa GCG muncul karena adanya “penyakit” yang menggrogoti perusahaan-perusahaan dunia.
 HUBUNGAN GCG DENGAN AUDITING : Konsep versus Realita
Sebagaimana yang telah diungkapkan sebelumnya bahwa GCG merupakan sesuatu yang abstrak dan lintas sektoral. GCG tidak akan bisa lepas dari ilmu pengetahuan lainnya, salah satunya adalah ilmu auditing. Namun seperti apa hubungan antara GCG dengan auditing? Dalam tulisan ini, penulis akan membandingkan dua paradigma hubungan antara GCG dan auditing, yaitu dari sisi konsep dan dari segi realita. Namun, satu hal yang perlu diperhatikan dalam tulisan ini adalah penulis akan membatasi auditing hanya dari sisi akuntan publik.
Jika kita menelaah model-model GCG yang diuraikan sebelumnya, maka kita akan langsung berkesimpulan bahwa GCG berhubungan positif dengan audit dan sebaliknya. Pertama kita akan melihat hubungan antara audit (akuntan publik) dengan GCG. Sebagaimana kita ketahui bahwa akuntan publik merupakan reputasional  agent yang merupakan komunitas profesional. Sebagaireputasional  agent, peran akuntan dalam mendisiplinkan perusahaan dengan memberikan keyakinan atas kualitas informasi keuangan (Restiati:65). Hal ini sejalan dengan tanngung jawab utama akuntan publik dalam financial audit yaitu memberikan pendapat atas kewajaran laporan keuangan. Menurut Mulyadi (2002) kata “wajar” mempunyai makna bebas dari keragu-raguan dan ketidak jujuran dan lengkap informasinya. Akuntan publik mendorong perusahaan untuk lebih accountabledalam pengungkapan atas informasi perusahaan dan membuat sistem agar angka yang disajikan dalam laporan keuangan menjadi akurat dan andal. Seberapa jauh peran akuntan publik sangat dipengaruhi oleh kualitas opini yang diberikan. Karena opini yang berkualitas pada gilirannya merupakan bentuk peran akuntan publik dalam penegakan good corporate governance.
Hubungan antara GCG dan auditing merupakan hubungan timbal balik. Artinya bahwa pada awalnya akuntan publik akan berusaha menegakan konsep-konsep GCG dalam perusahaan yang tentunya harus didukung oleh elemen perusahaan lainnya. Namun setelah prinsip GCG berhasil diterapkan dalam perusahaan, maka akuntan publik akan menuai benih yang telah mereka tanam. Logikanya, ketika prinsip GCG telah diterapkan oleh perusahaan maka akan membantu meringan akuntan publik dalam melaksanakan proses audit. Hal ini disebabkan karena jika kita lihat semua konsep GCG diatas tanpa memperhatikan sumbernya, maka prinsip-prinsip tersebut akan mengakomodasi ataupun meringankan akuntan publik dalam memeriksa laporan keuangan perusahaan. Jadi jelas bahwa auditor mempunyai peranan yang cukup besar dalam penegakan GCG dan GCG dapat meringankan beban auditor dalam melaksanakan proses audit suatu perusahaan.
Hal diatas akan terjadi bila akuntan publik mampu menjalankan tanggung jawab sesuai dengan yang diamanahkan kepadanya. Namun hal tersebut hanya akan menjadi sekedar konsep yang merupakan retorika belaka ketika akuntan publik tidak mampu menjalankan tanggung jawabnya. Hal inilah yang selama ini terjadi dalam profesi akuntn publik.
Sadar atau tidak sadar, mau atau tidak mau, ketika tuntutan terwujudnya GCG merebak dikalangan perusahaan, profesi akuntan publik banyak mendapat sorotan. Sorotan tersebut terutama terkait dengan peranan profesi akuntan selama ini dalam penegakan GCG. Meski sepenuhnya pendapat tersebut belum tentu benar, namun dengan melihat data dan fenomena yang ada hal ini perlu untuk dipertimbangkan. Munculnya pandangan seperti itu mungkin memang beralasan. Kenyatan menunjukan, bahwa banyak laporan keuangan suatu perusahaan mendapat opiniunqualified opinion justru setelah opini tersebut keluar, perusahaan yang bersangkutan mengalami kebangkrutan. Misalnya ketika tahun 1997, dimana ketika itu laporan keuangan bank publik yang kini di likuidasi dan berstatus sebagai bank beku operasi (BBO) ternyata mendapat opiniunqualified opinion dari akuntan publik (Sunarsip:3)
Kita harus mengakui bahwa masih banyak perusahaan di negeri ini yang belum sadar akan pentingnya GCG. Masih banyak perusahaan di Indonesia yang sangat buruk pengelolaanya. Salah satu bukti yang menunjukan buruknya pengelolaan perusahaan di negeri ini antara lain tercermin dari tidak adanya upaya antisipasi manajemen terhadap aktivitas keuangan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Sunarsip (2001) terbukti hingga akhir tahun, total hutang luar negeri swasta dari 275 emiten yang listing di BEJ sebesar US$ 42,732 milyar, ternyata sekitar 79,29 % (atau sekitar US$ 33,9 milyar) tidak di hedging. Yang lebih menggenaskan lagi, dari sekian banyak perusahaan swasta yang memiliki utang laur negeri, ternyata sebagian besar merupakan utang jangka pendek yang digunakan untuk membiayai proyek jangka panjang. Kondisi inilah yang menyebabkan banyak perusahaan swasta mengalami default atas utang mereka yang telah jatuh tempo.
Oleh karena itu, sudah selayaknyalah kita semua menumbuhkan prinsip-prinsip GCG pada perusahaan-perusahaan di Indonesia. Terutama elemen-elemen yang berhubungan erat dengan dunia usaha itu sendiri, tidak terkecuali akuntan publik. Walaupun kita tau bahwa tegaknya GCG ataupun berhasilnya GCG diterapkan banyak dipengaruhi oleh elemen internal dan eksternal perusahaan itu sendiri. Ariyoto, dkk (2000) mengatakan bahwa terdapat unsur-unsur corporate governance yang berasal dari dalam perusahaan serta unsur dari luar perusahaan yang bisa menjamin berfungsinya GCG. Salah satu unsur yang berasal dari luar perusahaan adalah akuntan publik. Oleh karena itu, akuntan publik yang katanya sebagai “sang penjaga kepentingan publik” juga dituntut perannya dalam penerapan GCG di perusahaan. Karena seperti yang telah diterangkan diatas, GCG dan auditing mempunyai hubungan timbal balik antara satu dengan lainnya. Jika pada awalnya akuntan publik dituntut perannya dalam penerapan GCG, namun setelah GCG ini telah berhasil diterapkan dengan efektif, maka akan membantu akuntan publik sendiri dalam melakukan proses auditing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar